KONSEP VMOS, 7-S McKINSEY, dan PERSONAL VALUES

VMOS

VMOS merupakan kepanjangan dari Vision, Mission, Objectives and Goals, Strategy. Dalam wacana tentang formasi strategi perusahaan, VMOS merupakan elemen utama yang harus dikaji secara terstruktur. Saya menggunakan istilah “everything from within for everything outside” dalam menjelaskan hubungan antara elemen VMOS (perhatikan Gambar1)

Gambar 1.

VMOS

Gambar Konsep Visi, Misi, Sasaran & Tujuan, Strategi

 

Gambar Konsep Visi, Misi, Sasaran & Tujuan, Strategi

Dalam dunia manajemen, VMOS merupakan suatu rangkaian tak terputus yang memberikan arahan bagi pencapaian tujuan akhir suatu organisasi.

Vision, merupakan suatu raison d’etre suatu organisasi, yaitu alasan pembenar mengapa suatu organisasi berdiri/terbentuk serta akan dibawa ke mana (apa yang ingin dicapai) organisasi yang dibentuk tersebut. Visi merupakan suatu keinginan terhadap keadaan masa datang yang dicita-citakan oleh organisasi. Biasanya visi dibuat oleh para pendiri organisasi, tetapi tidak tertutup kemungkinan sebuah visi direvisi jika ternyata perubahan-perubahan internal maupun eksternal organisasi telah menyebabkan visi tersebut menjadi tidak sesuai lagi. Secara sederhana, visi biasanya sanggup menjawab pertanyaan, “organisasi ini ingin menjadi apa?”

Derek F. Abell, membedakan vision menjadi dua, present vision dan future vision. Seorang manajer yang andal adalah manajer yang sanggup memadukan gerak langkah visi saat ini dalam bentuk bagaimana bisnis dijalankan hari ini dalam kerangka mencapai visi masa depan yang ingin dicapai (Abell, 1993).

Mission disebut juga sebagai the chosen track yang diambil dalam rangka mewujudkan visi. Dalam banyak hal, orang cenderung menyatukan visi dan misi (sehingga terkadang menjadi agak kabur, karena telah melebur). Secara sederhana, misi sanggup menjawab pertanyaan, “apakah bisnis organisasi ini?” Mission Statements adalah pernyataan jangka panjang tentang alasan yang membedakan antara organisasi satu dengan lainnya. Mission statements mengidentifikasikan ruang lingkup operasi suatu organisasi (perusahaan) dalam hal produk dan pasarnya. Mission statements yang baik harus sanggup menjawab minimal satu di antara pertanyaan dari delapan elemen berikut ini (David, 1998):

  1. Customers: siapakah kastemer perusahaan?
  2. Products or Services: apakah produk atau layanan utama perusahaan?
  3. Markets: secara geografis, di manakah perusahaan bersaing?
  4. Technology: apakah teknologi perusahaan tidak tertinggal?
  5. Concern for survival, growth, and productivity: apakah perusahaan berusaha untuk tumbuh dan apakah secara keuangan dalam keadaan baik?
  6. Philosophy: apakah kepercayaan, nilai, aspirasi, dan prioritas etik dasar dari perusahaan?
  7. Self-Concept: apakah keunggulan yang membedakan atau keunggulan kompetitif utama dari perusahaan?
  8. Concern for Employees: apakah pegawai menjadi asset berharga perusahaan?

Objectives adalah tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi dalam rangka mewujudkan visi melalui misi yang dijalankan. Biasanya sasaran akan didesain dalam jangka panjang, sedang, dan pendek sesuai dengan tahapan-tahapan dalam pencapaian visi organisasi. Namun, pada umumnya, yang dimaksud dengan objectives dalam VMOS adalah tujuan jangka sedang yang akan dijabarkan dalam strategi perusahaan (organisasi) selama beberapa tahun ke depan.

Strategies adalah rencana manajemen puncak untuk mencapai hasil yang konsisten dengan misi dan sasaran organisasi (Wright et al, 1992).

7-S McKINSEY

Konsep 7-S McKinsey terdiri atas (perhatikan Gambar 2):

  1. Shared Vision; Visi bersama yang melandasi berdirinya suatu organisasi. Visi ini merupakan suatu guideline bagi para anggota organisasi untuk tumbuh dan berkembang. Suatu visi yang baik adalah visi yang dapat dipahami dengan baik oleh anggotanya. Jika seorang anggota mengalami kesulitan untuk memahami visi organisasinya, maka dia akan cenderung mengambil langkah-langkah berdasarkan common sense-nya semata dan mungkin akan menjadikannya kontraproduktif terhadap kepentingan organisasi. Oleh karenanya, suatu visi yang baik, harus dipahami bersama (menjadi shared vision).
  2. Structure; struktur organisasi (organizational structure) merupakan cerminan dari shared vision organisasi dalam upaya pencapaian sasaran dan tujuan organisasi secara optimal. Struktur yang sanggup mencerminkan shared vision dengan baik akan memberdayakan organisasi untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut. Oleh karena struktur organisasi bisnis dan non-for-profit cenderung sangat berbeda.
  3. System; sistem yang dikembangkan organisasi juga bersumber pada shared vision yang ada. Sistem ini termasuk berbagai hal yang menyangkut perencanaan, implementasi, kontrol dan evaluasi, anggaran, dan penghargaan.
  4. Staff; berdasarkan shared vision yang ada, organisasi membentuk personil di dalamnya (pengurus). Organisasi akan menentukan prasyarat orang-orang seperti apa yang dianggap sesuai dengan keberadaan dan tujuan organisasi. Sebagaimana diketahui, jika tujuan organisasi dan tujuan individu di dalamnya tidak searah, maka akan sangat sulit bagi organisasi tersebut untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
  5. Skills; ketrampilan setiap individu di dalam organisasi merupakan unsur yang sangat penting bagi keberhasilan organisasi mencapai sasaran dan tujuannya dengan efektif dan efisien. Jika ketrampilan para pelaksana organisasi kurang sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut untuk mewujudkan visinya, maka organisasi tersebut akan cenderung kontraproduktif. Oleh karenanya, skills merupakan cerminan dari core competence organisasi, karena strategi yang disusun juga merupakan refleksi atas skills yang ada.
  6. Style; gaya manajemen (kepemimpinan) organisasi merupakan hasil perpaduan antara kelima elemen sebelumnya. Kelima elemen tersebut menentukan gaya kepemimpinan seperti apakah yang paling tepat agar organisasi dapat mencapai sasaran dan tujuannya secara efektif dan efisien. Gaya kepemimpinan yang kurang tepat dengan kelima elemen tersebut akan menyebabkan organisasi mnejadi gagal atau bahkan menuju kehancuran.
  7. Strategy; tidak jauh berbeda dengan style, strategi organisasi dibangun berdasarkan shared vision dan keempat elemen yang melingkarinya secara langsung. Strategi suatu organisasi dimaksudkan agar organisasi dapat memiliki arahan yang jelas dan tegas tentang cara-cara yang dipakainya untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi. Tanpa strategi yang jelas, setiap organisasi akan berada pada kondisi seperti kapal yang berlayar tanpa pernah tahu ke mana akan berlabuh. Dalam organisasi bisnis, strategi merefleksikan kajian yang akurat tentang lingkungan bisnis, terutama tindakan/aktivitas saat ini dan akan datang dari para pesaing.

Gambar 2.

7-S McKinsey

VALUE

Pada dasarnya manusia memang tidak pernah bebas nilai, dan oleh karenanya setiap pikiran dan tindakan manusia selalu dilandasai oleh nilai-nilai tertentu yang diyakininya. Demikian pula dalam bidang bisnis, setiap manajer memiliki nilai-nilai tertentu yang akan mewarnai setiap pikiran dan tindakan manajerialnya. Eduard Spranger, seorang filsuf Jerman, berhasil mengembangkan klasifikasi yang dapat digunakan untuk membandingkan tipe-tipe manusia ke dalam 6 (enam) macam orientasi nilai, yaitu (Guth, 1965):

  1. Theoritical man: sangat berminat untuk menemukan kebenaran secara sistematis dengan menggunakan kemampuan kognitifnya. Ketertarikannya pada hal-hal yang bersifat empirik, kritis, dan rasional.
  2. Economic man: terutama berorientasi kepada apa yang berguna dan bersifat praktikal serta kesejahteraan yang “tangible”.
  3. Aesthetic man: bersifat kreatif serta sangat menghargai simetri dan harmoni.
  4. Social man: mencintai hal-hal yang bersifat altruistik dan filantropis. Manusia dipahami sebagai baik, simpatik, dan tidak mementingkan diri sendiri. Cinta dianggap sebagai komponen yang paling penting dalam hubungan antar manusia.
  5. Political man: berorientasi pada power dan segala hal diarahkan untuk mencapai kekuasaan, pengaruh, dan pengakuan.
  6. Religious man: nilai yang paling dominan adalah kesatuan (unity) selalu mengkaitkan dirinya dengan alam semesta dan mistis.

Dalam penelitiannya terhadap para manajer tingkat atas yang belajar di Harvard, Guth menemukan bahwa seoarang manajer bisnis (businessman) cenderung memiliki kombinasi dari 3 nilai, yaitu: manusia ekonomis, teoritis, dan politis. Pada prinsipnya nilai ekonomis dan politis sangatlah sesuai dengan stereotype tentang praktisi bisnis. Tetapi pada kenyataannya nilai teoritis sangatlah dibutuhkan oleh manajer puncak dalam kerangka mendorong pendekatan-pendekatan kognitif dan rasional untuk mewujudkan kepentingan nilai ekonomis dan politisnya (Guth, 1965).

Pada gilirannya nilai yang dianut para manajer akan mempengaruhi bagaimana mereka menyusun, menjalankan, dan mengevaluasi strategi perusahaan dalam rangka mewujudkan visi dan misi. Oleh karenanya sangatlah dipahami jika ternyata nilai pribadi (personal value) seorang manajer akan mempengaruhi strategi perusahaan. Hal ini terjadi akibat pengaruh nilai-nilai tersebut dalam proses formasi strategi perusahaan.

Berdasarkan paparan di atas, maka seorang manajer yang matang dan professional akan berusaha semaksimal mungkin agar nilai yang dianutnya tidak menyebabkan terhalangnya pencapaian visi dan misi perusahaan. Untuk kepentingan tersebut, seorang manajer perlu mengajukan dua pertanyaan pada dirinya:

  1. Apakah terdapat alternatif strategis baru yang dapat mendekatkan peluang ekonomis perusahaan dan nilai ekonomis yang dianutnya?
  2. Seberapa besar pengorbanan ekonomis yang harus dilakukan perusahaan dalam rangka mengakomodir nilai ekonomis yang dianutnya?

DAFTAR PUSTAKA

Abell, Derek F. Managing with Dual Strategies: mastering the present, preempting the future, New York: The Free Press, 1993.

David, Fred R. Strategic Management, Philippines: Prentice Hall, 1998.

Guth, William D. dan Renato Tagiuri. “Personal Values and Corporate Strategy”, Harvard Business Review, September-October 1965, pp. 123-132.

Wright, P., C. Pringle, dan M. Kroll. Strategic Management Text and Cases, Needham Heights, MA: Allyn and Bacon, 1992.

Tinggalkan komentar